About Me

header ads

"Menyembelih" Ahmadiyah

Taman-Dunia23 Desember 2007


Menyembelih Ahmadiyah. Mungkin judul ini terkesan provokatif. Tetapi bukan itu yang saya maksudkan disini. Tergantung dari sisi mana kita memandang dan di sisi mana kita berpijak. Di bilang provokatif ya bisa dikatakan begitu, tetapi bisa juga dikatakan tidak. Tetapi maksud saya disini adalah menarik saudara-saudara bagaimana kita bersikap. Masalah Ahmadiyah adalah masalah kita bersama, pencerminan keindonesiaan kita, sebagai satu bangsa, satu negara. Setiap Persoalan yang muncul perlu kita-kita juga yang menyikapi bersama-sama.

Mengapa judul ini yang saya pilih? Hal ini tidak lain karena peristiwa kekerasan yang menimpa Ahmadiyah yang kembali terjadi, menambah daftar deretan kekerasan yang terjadi terhadap Ahmadiyah. Kembali pada 18 desember 2007 massa yang mengatasnamakan KOMPAK (koalisi Muslim Kabupaten Kuningan) menyerbu rumah dan tempat ibadah mereka. 14 rumah dan 2 Mushalla rusak. Semingu sebelumnya rumah ibadah Ahmadiyah sudah di segel Pemkab kuningan. Penyegelan ditenggarai karena Ahmadiyah telah melakukan pelanggaran terhadap SKB (Surat Keputusan Bersama) antara Bupati Kuningan, Kejaksaan negeri kuningan dan Kepala Depag Kuningan pada 2004 Silam yang melarang seluruh kegiatan Jemaat Ahmadiyah di Kabupaten Kuningan. (Koran Tempo, 1999 Desember 2007). Kemudian selang satu hari Ahmadiyah kembali menjadi bulan-bulanan. Kantor berikut Mesjid Ahmadiyah di Kampung Suka jaya desa taruna Jaya, Kec. Sukaraja, Kab Tasikmalaya di rusak massa. Sebelumnya di Tasikmalaya juga mesjid dan kantor Ahmadiyah di Singaparna Tasikmalaya dua kali diserang massa (Pikiran Rakyat 21 Desemmber 2007). Kejadian ini bertepatan menyambut hari raya kurban seakan Ahmadiyah menjadi ajang “penyembelihan” oleh para pelaku, dijadikan objek sembelihan dalam menyambut Idul Adha yang mulia.

Bagaimana kita bersikap?? Mengecam atau malah menerima? Atau malah “sabodo teuing”?? Tapi yang pasti prinsip ini haruslah dikedepankan, “nasri haq bil haq”, membela yang benar dengan jalan yang benar pula. Bahwa walau bagaimana pun ketidak-benaran kita jumpai tetapi maka haruslalh dengan prosuderal yang benar juga. kekerasan yang dipaksakan tidaklah dapat dibenarkan.


Kekerasan yang mengatas-namakan keyakinan suatu agama, mengapa itu bisa terjadi? Bisakah itu dibenarkan atau memang itu lah yang benar, bahwa agama identik dengan kekerasan?? Membasmi sang setan, ya mungkin itulah pikiran yang muncul dari para pelaku kekerasan. Pertanyaan yang muncul adalah apakah para pelaku kekerasan itu menganggap objek nya tersebut sebagai manusia, sebagai sesama? Sulit mempercayai para pelaku kekerasan memandang korbannya sebagai sesama, karena yang dianggap sebagai manusia tidak akan melakukan kekerasan karena dirinya sendiri tercermin di dalam yang sama itu. Dengan demikian kekerasan diakibatkan bukan terhadap yang sama melainkan yang lain. Korban dipersepsikan dengan cara yang khas sedemikian rupa sehingga dihadapan pelaku tampil sosoknya yang terasing, asing sebagai manusiaDehumanisasai atau demonisasai (setanisasi) adalah mekanisme untuk memproyeksikan citra negatif terhadap musuh agar seolah-olah tidak lagi dianggap sebagai manusia melainkan seperti demon, setan. Prof Khaled M Abou al-Fadl mengatakan intoleransi terjadi karena sebuah keyakinan menganggap keyakinan lain-karena tidak mau mencari leselamatan menurut agama yang pertama-pengikut agama lain itu menjadi tidak berharga sebagai manusia. Dan karena mereka di-dehumanisasi, lalu secara psikologis anda percaya bahwa anda bukan membunuh manusia melainkan membunuh setan, kejahatan.

Bagaimana ini terjadi salah satu jawabnnya mungkin disisini adalah “perilaku massa”. Ada apa dengan perilaku massa ?? Mengutip Gustave le Bon, bapak psikologi massa, bahwa massa itu bodoh, mudah diprovokasi, bersifat rasistik atau singkatnya irasional. Massa senantiasa terkungkung dalam batas-batas ketidaksadaran, tunduk kepada segala pengaruh, mudah diombang-ambing oleh emosi dan mudah percaya.

Maka biasanya dalam hal seperti itu maka yang sering timbul adalah stigma. Melalui stigma suatu kelompok tidak dilihat sebagai individu meliankan sebagai elemen sebuah kelompok yang di didiskreditkan dan Lewat stigma juga kelompok dibenturkan kepada kelompok sehingga manusia-manusia tidak lagi melihat orang lain sebagai sesama manusia melainkan sebagai musuh-musuh yang harus di basmi.. Tak heran walau jerit tangis bayi yang mengikuti jeritan ibunya beserta para orang tua lanjut usia, hal itu tak digubris. Semua berlalu karena mereka dilihat tak lagi sebagai individu melainkan merupakan sebagai bagian dari massa. Sehingga dengan stigma manusia mampu membunuh sesama tanpa rasa bersalah bahkan sebaliknya, bangga.

Massa berciri psikologis yaitu para pelaku mengalami penumpulan rasa atas tindakan kekeqasan walau dalam nuraninya mengingatkan kalau itu salah. Akal sehat sirna dan moralitas kehilangan daya gigitnya. Individu yang terlibat bertranspormasi dari ruang kontak sehari-hari ke dalam suatu ruang peleburan kolektif yang menghisap siri-ciri personalnya sebagai individu. Di dalam ruang kolektif tindakan-tindakn tak lazim dalam ruang keseharian dirasa lazim. Memenggal kepala dirasa lazim di tengah-tengah situasi dinamika kekerasan massa.

Inilah yang saya tangkap bahwa orang para pelaku kekerasan lebih karena stigma yang sudah melekat pada diri mereka. Kebanyakan para penyerang adalah orang yang tidak benar-benar tahu tentang akar permasalahannya sebenarnya, tanpa meneliti, tanpa timang rasa. Karena seperti tadi orang yang sudah teseret oleh massa di tidak lagi menempatkan dirinya sebagi individu tetapi sudah melebur sebagai seorang yang sudah berpikir massa. Jadi dari sini sejauh mana kita bisa keluar dari kungkungan pikiran massa. bagaimana kita menimbulkan sikap kritis kita sebagai individu, yang berpikir, mencerna informasi-informasi yang ada secara objektif, meninggalkan segala prasangka dengan jalan menyingkap sendiri tabir kekaburan, Prasangka timbul karena sumber yang kita tuju itu gelap maka singkaplah tabir gelap sehingga tampaklah terang yang memangkas segala bentuk prasangka.

PENTINGNYA TOLERANSI

Hal yang peling fundamental yang perlu kita ingat adalah bahwa hidup manusia itu hidup dalam keberagaman. Adanya orang lain merupakan salah satu kenyataan dasar hidup. Mungkin saya senang hidup bersama orang lain mungkin juga sebaliknya. Namun bagaimanapun juga hidup bersama orang lain itu bukan sesuatu kebetulan saja, malainkan sesuatu yang bersangkut paut dengan eksisitensi manusia. Dengan kata lain hidup bersama orang lain itu bukan hanya suatu kenyataan saja, melainkan sesuatu yang harus ada oleh sebab itu ikut menentukan eksistensi manusia sebagai manusia. Maka orang lain adalah sesama manusia artinya orang lain mempunyai hubungan kodrat dengan “Aku” karena hubungan itu menjadi sesama manusia juga. Namun dalam keberagaman itu konflik adalah suatu keniscayaan. Dan dalam hal ini untuk menciptakan kehidupan yang dinamis maka toleransilah yang dikedepankan.

Toleransi mengandaikan pilihan dasar positf manusia atas keadaan sesama manusia yang sulit, dipelakukanidak adil, diinjak dan dikhianati. Sikap dasar ini menerima, menghargai dan menghormati sedama sebagai pribadi yang berkelebuhan dan berkekurangan. Toleransi menuntut kesediaan dan keberanian moral manusia untuk mengakui dan menerima pebedaan dalam hidup sehari-hari tanpa menggunakan kekerasan. Perbedaaan pada dasarnya memiliki rentetan keunikan dan keistimewaan sebagai kekayaan dalam hidup manusia. Sikap dasar toleransi akan tewujud bila manusia sunguh menghargai kepribadian sesama dalam keunikannya. Tiap peribadi memiliki kebebesan interior dalam nurani, pilihan dan pendapat yang perlu mendapat tempat dalam konteks hidup sosial sambil mempehatikan kepentingan umum masyarakat. (William Chang, Toleransi di Tengah Ekstrimisme, KOMPAS ?)

Begitupun dalam realitas beragama betapa beragam perbedaan yang ada. Setiap keyakinan memiliki sifat eksklusif masing-masing dengan klaim kebenarannya. Kebenaran subyektif ini tidak akan bepretensi konflik jika disertai dengan toleransi. Jika kebenaran itu dariaTuhan maka sikap kita hanya mengajak, tidak dengan memaksa. Yang dikedepankan adalah pendekatan dialogis. Dawam Raharjo mengataklan: “Semua agama harus dianggap benar menurut ketakinan pemeluk masing-masing”
BUKAN PRROVOKASI ATAU JUGA INTIMIDASI TETAPI BAGAIMANA MENURUT ANDA DAN BAGAIMANA SEHARUSNYA. TAPI INI ADALAH FAKTA YANG SAYA KETENGAHKAN SEPANJANG PENGETAHUAN SAYA. DENGAN HATI DINGIN COBALAH TELAAH SEBELUM MENERIMA ATAU MENOLAK PENDAPAT SAYA. INI PENDAPATKU BAGAIMANA PENDAPAT ANDA???


Tulisan Serupa:

1. KAPAN AHMADIYAH BISA BUBAR?
2. MAU DIAPAKAN AHMADIYAH
3. AMUK AHMADIYAH!


Posting Komentar

2 Komentar

  1. apa dalil dari Alquran dan hadist bahwa ada nabi sesudah Nabi Muhammad????????????????????????????????????
    padahal tidaklah datang utusan Allah kecuali utusan sebelumnya telah mengabarkan kedatangan mereka beserta ciri2nya dan perintah untuk mengikuti mereka.
    mereka mendapat dosa atas kesesatan mereka dan mereka memikul dosa orang yang mengikuti mereka.
    boleh jadi anda mati dan blog ini menjadi dosa jariyah yg berkelanjutan dalam kubur anda.
    neraka itu panas ya akhi..
    siapkah anda mati minggu depan????

    BalasHapus