About Me

header ads

Pembebas Kaum Buruh yang Menindas


“Sebuah revolusi yang semula berniat membebaskan kaum buruh, pada akhirnya, berkembang menjadi penindas- juga penindas kaum buruh itu sendiri.”

***



Sejumlah Babi memimpin Revolusi . Mereka menang melawan manusia yang menindas. Tapi di akhir cerita, mereka meniru manusia. Sebagai penindas.


Karya George Orwell yang termasyhur itu, Animal Farm, yang kini di Jakarta dipungut oleh teater Koma untuk sebuah lakon yang kocak, tentu saja tak berbicara tentang hewan. Orwell konon menyebutnya sebagai sebuah “dongeng peri”. Orang-orang lain melihatnya sebagai sebuah satire. Dan keduanya betul.

Tak mudah untuk menyangkal bahwa cerita pendek ini mencemooh-dengan pedas- riwayat sebuah revolusi. Khsusnya revolusi sosoaialis, sebagaimana terbukti di Uni Soviet di tahun 1917, Animal Farm ditulis di pertengahan tahun 40-an. Ada jarak waktu 30 tahun bagi Orwell untuk menyaksikan, bagaimana sebuah revolusi yang semula berniat membebaskan kaum buruh, pada akhirnya, berkembang menjadi penindas- juga penindas kaum buruh itu sendiri.

Orwell, meskipun tetap seorang sosialis, pada akhirnya memang terdengar seakan berada di pihak yang salah: ia telah mematahkan harapan, seperti dirumuskan Marx, bahwa proletariat kelak akan bisa dibebaskan oleh mereka yang berasal dari kalangannya sendiri. Animal Farm berakhir dengan kebuntuan. Tokoh yang paling mulia, meskipun bodoh, mati. Si Bokser, seekor kuda yang ingin mengabdi kepada kebersamaan, dengan bekerja keras, akhirnya dikhianat. Si Napoleon, babi yang disanjung sebagai sang pemimpin setelah mengalahkan saingan-saingannya dengan teror, hidup terus.

Dalam hal itu, kisah ini memang mirip sebuah dongeng peri. Di dalam dongeng untuk anak-anak itu hidup manusia bukanlah sebuah riwayat keadilan. Kita tidak tahu kenapa nenek yang tak bersalah dimakan serigala. Kita tak tahu kenapa beratus anak-anak hrus hilang ditelah gunung, setelah mengikuti suara seruling seorang sakti yang marah. Kita tak tahu kenapa kancil yang cerdik-yang licik itu- bisa menag seraya mencelakakan gajah yang tak berprasangka buruk.

Ada seorang penulis yang mempersamakan Animal Farm dengan dongeng peri dalam hal hal ini: kisah itu di dongengkan tanpa moralitas apapun. Tokoh-tokohnya hidup di dunia yang tak lagi mengenal baik dan buruk. Seorang bisa menderita atau bahagia, tanpa dilihat sebagai buah kajahatan ataupun kebajikan. Hidup memang tampak sebagai serangkaian aksiden, tanpa penjelasan.

Tentu saja tak mudah mengakui bahwa cerita ajaib Orwell ini persis macam itu. dalam cerita ini, sebuah usaha pertanian dan peternakan telah direbut dari tangan si pemilik. Yang berontak dan menang adalah heewan-hewan yang selama ini hidup- dan diperas- disana. Yang memimpin pemberontakan ialah babi-babi, hewan yang dianggap paling pandai. Sedikit demi sedikit, para babi merebut hak-hak lebih dari hewan lainnya. Dan dibawah kepemimpinan si Napoleon, mereka akhirnya mengubah semboyan. Di masa awal kemenangan Revolusi, semboyannya adalah “semua hewan sederajat”. Dalam perkembangannya kemudian, semboyan iu diganti: “semua hewan sederajat, tetapi sebagian lebih sederajat katimbang yang lain.”

Kegetiran Orwell di dalam satire ini adalah kegetiran lantaran moralitas tertentu – dan dalam hal itu ceritanya buknlah sebuah dongeng peri sama sekali. Orwell mengambil pihak: ia memang tidak berpihak kepada si penindas sama yang digulingkan, tapi ia mengutuk sang penindas baru. Di dalam sikapnya yang memihak itu, orwell bahkan tak mencoba melihat motif lain dari si Nepoleon dalam berkuasa, selain keingina untuk berkuasa.

Di dalam kehidupan sehari-hari, kekuasaan selalu punya dalih. Dalih itu mugkin justa-biarpun antara yang menguasai dan yang dikuasai. Dalih itu tak cuma sekedar slogan. Ia sebuah appeal, sebuah imbauan yang kallu mungkin masuk ke ulu hati. Rousseau benar, ketika ia mengatakan, “otoritas yang paling mutlak ialah yang menebus inti terdalam masnusia.”

Maka, lahirlah ideologi. Dengan itu, orang banyak diajak. Maka, lahirlah indoktrinasi. Dengan itu, orang banyak hendak diubah. Mula-mula dengan penaalaran dana argumentasi, tapi kemudian, tatkala menghadapi makin banyak orang, proses itu dilakukan dengan ajaran yang diringkaskan. Semakin ringkas, semakin yakin, semakin tak ada sisi pikiran lagi. Dalam bentuknya yang paling sederhana, ideologi itupun hanya jadi sejumlah kata-kata yang hanya daya desak.

Di tengah-tegah itu semua, berbahagialah mereka yang masih bisa berbicara lain- satu hal yang tak terdapat di dalam Animal Farm. Si Napoleon punya anjing-anjing yang bisa menggigit. Ia punya teror. Kemudian soalnya ialah: Adakah hewan-hewan yang membisu itu masih punya kemerdekaan berpikir- satu hal yang ada ahirnya lebih penting, dalam kepengapan itu, ketimbang kemerdekaan bersuara?
Sumber:
Catatan Pinggir 3, Gunawan Mohamad 3
(Jakarta: Grafiti, 2005), cet ke-3 2005, hal. 100-102. Dengan Judul Asli: BABI

Posting Komentar

0 Komentar